Every time I pass through this city center at night, with its sky scrappers' colorful lights.
Silent.
Quiet.
Just some mellow music from the car's audio, keeps singing with long, high pitch, tearing the skies above. Blue.
Yellow.
Red.
Green.
Then Phil Collins sings 'All of my life,'.
And the halogen lamps blink.
And I sing too.
I love the tranquility of the city center late at night,
where I can pretend, that everything's all right.
Like the roads can pretend
that the vehicles can speed in this part of the city
like now.
September 28, 2012
Saturday, April 27, 2013
Sudut Kota Tua
Melihat lagi daerah kumuh dan padat, kali ini di Ibu Kota, masih menyebabkan rasa miris yang sama dengan ketika melihat mungkin ratusan daerah kumuh di Surabaya hampir satu dasawarsa yang lalu.
Sekelompok buruh angkut yang bergerombol entah apa yang sedang diobrolin, sambil menyeka keringat di wajah mereka yang gelap dan berminyak. Tatapan mata yang keras ditempa sulitnya hidup, bercampur dengan sejenis kepasrahan akan nasib serupa tangan yang tidak kelihatan yang memperlakukan mereka bagai pion catur tak berdaya. Beberapa merokok, beberapa tampak tidak peduli sambil berjongkok di emperan-emperan toko di kota tua ini.
Melintasi gang-gang sempit itu, bajaj saya melewati jalan sempit becek dan berlubang. Udara padat, sesak dan menyesakkan dada, semua pengendara motor nampak bernapsu menelikung kendaraan apapun yang menghalangi jalannya sambil menghindari lubang dan becek.
Orang-orang ini, orang-orang kalah ini, bagaikan nada sumbang ditengah gempita merdu lelakon pembangunan. Sementara sang komposer sibuk menata instrumen dan tangga nada, beberapa tak sanggup mengikuti oktaf yang terlalu tinggi itu. Merekapun tertinggal. Merekapun ditinggal.. Di sudut kota tua ini..
Sekelompok buruh angkut yang bergerombol entah apa yang sedang diobrolin, sambil menyeka keringat di wajah mereka yang gelap dan berminyak. Tatapan mata yang keras ditempa sulitnya hidup, bercampur dengan sejenis kepasrahan akan nasib serupa tangan yang tidak kelihatan yang memperlakukan mereka bagai pion catur tak berdaya. Beberapa merokok, beberapa tampak tidak peduli sambil berjongkok di emperan-emperan toko di kota tua ini.
Melintasi gang-gang sempit itu, bajaj saya melewati jalan sempit becek dan berlubang. Udara padat, sesak dan menyesakkan dada, semua pengendara motor nampak bernapsu menelikung kendaraan apapun yang menghalangi jalannya sambil menghindari lubang dan becek.
Orang-orang ini, orang-orang kalah ini, bagaikan nada sumbang ditengah gempita merdu lelakon pembangunan. Sementara sang komposer sibuk menata instrumen dan tangga nada, beberapa tak sanggup mengikuti oktaf yang terlalu tinggi itu. Merekapun tertinggal. Merekapun ditinggal.. Di sudut kota tua ini..
Time zones
Here I am. Reaching the European Continent after all, after visiting the Britain, -London and Oxford in particular, back in 2006. This is a nice surprise I must admit. I just found out that this would happen some 2 months ago when the notification came just after I've already said yes for the Auckland Conference. So basically, I traveled from GMT +13 (if Jakarta is GMT +7 then adding 6 to it makes it 13 hrs) to GMT 0. Not that bad for a frequent cross continental traveler, but since I am not used to encounter that much changes in time zone, I suffered some predictable jet lag and my body adjusted to leap of time zone.
For instance, when the conference started in Auckland at 9.00 AM, it's 3 AM in Jakarta. I couldn't hold my eyelids from closing no matter what. and when the conference prolonged to 9 PM in Utrecht, it's 2 AM in Jakarta. My my, I had that sleepy head syndrome when the speakers talked, and somehow their voices becoming like longitudinal waves to my ears...I fell asleep..
For instance, when the conference started in Auckland at 9.00 AM, it's 3 AM in Jakarta. I couldn't hold my eyelids from closing no matter what. and when the conference prolonged to 9 PM in Utrecht, it's 2 AM in Jakarta. My my, I had that sleepy head syndrome when the speakers talked, and somehow their voices becoming like longitudinal waves to my ears...I fell asleep..
Recalling the butterflies
Love is so many splendor things. It's a magic. It's indescribable. It's almost unreal. That is what the romantic love songs promote, the artists of all ages trying to say through their masterpieces.
But having been away from it for a way too long, makes you forget what it is all about. Looking at the old pictures of people you fell for before, and thought, the pictures were getting paler, getting vanished, getting more irrelevant. You make several hard attempts to recollect the sensation, the throbbing chest, the vibes, the morphine-like feeling of falling in love with real people. And you almost failed recalling it. It's just that. No exaggerating. Where have they been gone, the magical colorful butterflies? Have they flown too far away to a far faraway lands of unknown? When will your migrating season be? Flocking back here, would you or would you not?
But having been away from it for a way too long, makes you forget what it is all about. Looking at the old pictures of people you fell for before, and thought, the pictures were getting paler, getting vanished, getting more irrelevant. You make several hard attempts to recollect the sensation, the throbbing chest, the vibes, the morphine-like feeling of falling in love with real people. And you almost failed recalling it. It's just that. No exaggerating. Where have they been gone, the magical colorful butterflies? Have they flown too far away to a far faraway lands of unknown? When will your migrating season be? Flocking back here, would you or would you not?
Musik dan Imajinasi
Musik Eropa adalah untuk suasana Eropa.
Musik lokal adalah untuk suasana lokal
Musik adalah buah imajinasi
dan musik membentuk imajinasi
Saya percaya itu
Saat ini saya mendengar music folk Eropa dengan sedikit irama
jenakanya
Dari soundtrack Les Miserables yang baru saya beli
minggu lalu
Ini adalah Master of the House yang dinyanyikan oleh
Sacha Baron Cohen
Dan Helena Bonham Carter, sebagai pemilik penginapan
yang jahat
Namun mau saya lupakan sejenak kebusukan di balik lagu ini
Dan mulai membayangkan suasana Eropa
Yang saya kunjungi satu setengah bulan lalu
Namun baru hari ini akhirnya saya copy beberapa foto
dari kamera teman saya
Sambil melihat foto-foto katedral
dan jalan-jalan paving abu-abu yang lembab
dan tepian penuh pohon meranggas coklat
Yang menjulang ke langit kelabu yang dingin
Serta bangunan kayu atau batu berkanopi merah dan hijau
Musik ini membuat pikiran saya berkelana lagi
Membayangkan setting lagu ini
Membayangkan sayapun sedang duduk di dalam sana:
Melihat sang pemain piano
Menghentakkan jari jemarinya dengan bertenaga
Dengan leher dimiring-miringkan
Dan wajah menghayati dinamika lagu
Mengiringi seorang penyanyi berwajah jenaka berambut
merah
Serta pemain akordeon yang memainkan instrumennya
Sambil menghentak-hentakkan kaki
Beberapa orang bercakap-cakap dalam kelompok kecil
Ada yang mengisap cerutu, ada yang minum bir
Ada yang mengunyah kacang dan keripik
Dalam ruangan berdinding batu potong dan
berlantai papan kayu
Dengan beberapa jendela kaca kotak dan
berbingkai papan
Yang nampak seperti ceruk kecil di dinding batu kelabu
tebal tersebut
Yang berkabut dan berminyak karena asap dari perapian
Ruangan yang berbau kayu dan sedikit susu, keju dan
kayu manis
Dan juga berbau tanah basah dan rumput
Sisa tanah dan rumput yang mungkin terbawa
oleh sepatu kulit lusuh para pemakai di dalamnya
Musik pun terus mengalun
Makanan dan minuman masih mengalir
Biskuit jahe dan kayu manis, limun, bir, anggur
Dan bunyi kretakan kayu api di perapian
Sementara itu, langit masih kelabu
Mari lupakan sejenak langit di luar sana
Lupakan alam yang tak bersahabat
Lupakan dingin yang menggigit kulit
Hangatkan tubuh, hangatkan jiwa
Rapatkan badan ke perapian
Ikut bernyanyi dan bedendang
Subscribe to:
Posts (Atom)