Monday, August 29, 2016

The love of drawing, sketching and girls from nowhere

Sejak kecil saya suka menggambar. Saat menggambar, saya menghilang smentara dari realitas sekitar saya, dan terjun ke dalam realitas lain. Menggambar adalah cara paling ampuh membunuh kebosanan, dan juga menajamkan kembali konsentrasi dan fokus terhadap detil. 


Mungkin itulah yang mendorong saya pernah bercita-cita menjadi:
1. Pelukis
2. Desainer grafis
3. Arsitek
Saat SMA dan berkonsultasi dengan guru BP/BK, saya selalu mengisi kedua yang terakhir dari daftar tersebut sebagai cita-cita saya.

Cita-cita nomor 1 tidak pernah saya ungkit-ungkit lagi sejak SMA, karena waktu-waktu tersebut barulah saya menyadari bahwa saya menyerah dalam menggambar cahaya, berikut efek-efeknya. Melwati perjuangan keras untuk menciptakan efek semburat langit sore yang hampir tiap sore saya lihat dari dekat rumah saya - yang mana saya dapat melihat matahari tenggelam di horizon laut. 

Saat matahari hampir terbenam dan sedikit berawan, campuran antara cahaya matahari yang menembus awan-awan, menciptakan warna jingga, merah muda keunguan karena bercanpur dengan biru langit dan pantulan langit di laut yang mulai biru redup. Hampir tiap hari dalam masa kecil saya, saya melihat pemandangan seperti itu, dan selalu ingin dapat memindahkannya ke atas kertas. Dan selalu gagal :-(. Entah campurannya aneh dan terlalu solid (walaupun saya mencoba setipis mungkin membaurkannya pada saat bercampur warna), entah cahayanya sama sekali tidak kelihatan, dan seterusnya. Saya coba dengan pensil warna, gagal, dengan cat air juga gagal.  Seiring dengan kegagalan beruntun ini, tenggelam jugalah cita-cita saya menjadi pelukis. Sayapun memutuskan bahwa melukis atau menggambar pemandangan hanya akan menjadi hobi memalukan belaka, dan bukan hal yang dapat saya andalkan. 

Meskipun cita-cita menjadi pelukis yang benar gagal saya raih, tangan saya tetap menyukai kegiatan coret mencoret alias sketching. Di mana ada pensil atau bolpoin, dan kertas kosong, tak pernah selamat dari proses coret mencoret ini. Dua hal yang tidak pernah luput dari coretan saya ialah gambar pohon dan rumah, serta gambar wajah dan model perempuan.

Ini sudah berlangsung sejak saya masih SD, dan cukup menjadi-jadi sejak saya mulai SMP dan bertemua dengan teman-teman dengan hobi yang sama. Saya ingat seorang teman saya bernama Bunga, dengan ciri khas gambar wajah perempuan yang mirip-mirip dengan hasil gambar saya, namun dengan mata yang jauh lebih besar, hampir sebesar tokoh-tokoh kartun Jepang yang terkenal masa itu, seperti Lulu Putri Bunga atau Candy Candy. 

Tarikan garis sketsa Bunga lebih tegas seingat saya, sedangkan tarikan garis saya tidak setegas itu. Besar mata dan juga garis-garis rambut yang saya gambar relatif lebih moderat baik dalam ukuran maupun tekanan alat gambar.  

Para perempuan yang saya gambar ini tidak pernah saya namai, walaupun pernah ada masa saya ingin menamai dan menyusun cerita yang bisa flowing, dan dengan demikian menjadi berkembang. 

Tapi saya merasa membuat fiksi bukan bidang saya. Walaupun sewaktu masih SD saya pernah meraih juara mengarang tingkat provinsi. Tapi mebuat alur cerita dengan banyak tokoh sepertinya baru akan menjadi project jika saya sudah punya waktu lebih ata pensiun (?).

Jika dikumpulkan dari masa SD sampai sekarang, mungkin sudah ada ratusan ribu atau jutaan wajah perempuan yang sudah saya hasilkan. kebanyakan diantaranya kemungkinan besar sudah berakhir di tempat sampah sekolah atau rumah. Sudah dibakar atau entah kemana.

Sampai hari ini, saya masih suka menggambar orang. Di post ini adalah beberapa dari wajah yang saya gambar minggu lalu, saat tekanan pekerjaan dan lain-lain makin menjadi-jadi. keinginan menggambar makin menjadi biasanya jika banyak tekanan. Dan minggu lalu, saat menggambar, saya mencoba warna-warna yang tidak lazim. Misalnya rambut biru muda atau pink, atau campuran kuning dan ungu , dna sebagainya. Karena mainstream terlalu membosankan.

Saya pernah membayangkan, bagaimana jika wajah-wajah yang saya gambar ini benar-benar ada dalam dunia nyata? (atau paling tidak, mendekati)?.

Agak mirip-mirip film sci-fi atau horor, mungkin, jika itu benar-benar terjadi. Saya tak pernah membayangkan mereka menjadi tiga dimensi. Cukuplah mereka keluar dari otak saya, melalui tangan saya, ke atas kertas, via pensil, bolpoin, maupun spidol.  

Saat otak saya mulai longgar, sudah sampai situ sajalah fungsi mereka. 

Next time, as always, series of different girls in different colors will pop up again in my brain and mind, from nowhere, to be channeled through my hands and drawing pencils, to the papers.






Cities, countries...

I have a plan to write travel stories, of the cities and countries I had been visited, but I haven't had time until now, so I'd better list them first, before I forgot. Then, I will list down things or specifics during the visits, to find highlights, as capital to write further.

2003:
Bangkok, Pattaya - Thailand

2005:
Quezon City, Philippines

2006:
London, Oxford - UK


2008:
Australia: Melbourne, Brisbane, Gold Coast, Ballina, Byron Bay

2009:
Australia: Canberra, Sydney, Hobart, Launceston, Adelaide

2010:
Australia: Melbourne
New Zealand:  Christchurch, Queenstown, etc.

2011:
Vietnam : Ho Chi Minh, Hanoi and Ha Long Bay
Cambodia: Phnom Penh, Siem Reap
Laos: Luang Phrabang
Timor Leste: Dili

2012:
Timor Leste: Dili
New Zealand: Auckland, Matamata (Dec)
Netherlands: The Hague, Amsterdam, Utrecht, Tilburg, S'bosch (Dec)
France: Paris (Dec)

2013:
Sweden: Stockholm (Sept)

2014:
Netherlands: The Hague, Tilburg (Feb)
Germany: Berlin (Feb)
The Philippines: Manila (Jun)
United States: Washington DC, New York (Oct)
The Philippines: Manila (Nov)

2015:
Brasil: Sao Paulo (Feb)
Thailand: Bangkok (May)
Turkey: Istanbul, Ankara (Aug)
Thailand: Bangkok (Oct)
Netherlands: The Hague, Amsterdam (Nov)
Italy: Rome (Dec)

2016:
Sweden: Stockholm, Vaxholm (May)

Memandang hujan Agustus dari jendela kamar….


 Hujan sudah berlangsung sekitar dua setengah jam. Dimulai sejak pukul setengah tiga sore ini. Sekarang pukul lima sore dan belum ada tanda-tanda akan mereda. Jam lima maupun jam dua, warna langit tidak ada bedanya. Hanya kelabu dan seperti berkabut tipis.

Curahan air dari langit makin deras. Pemandangan dari jendela kamar hanya nampak seperti kabut putih bergaris-garis tak teratur. Butiran-butiran gendut air hujan sebiji-biji jagung menempel di jendela kaca kamar, membuat pemandangan di luar seperti dalam cerita Little Matches Girl.

Entah kenapa, pikiranku selalu melanglang kepada cerita tentang Gadis Korek Api nan malang itu saat aku merasa beruntung memiliki atap dan tempat berteduh yang hangat dari kejamnya cuaca di luar. Baru teringat bahwa mungkin inilah yang menyebabkan aku selalu sedikit merasa bersalah jika memiliki hidup yang ‘terlalu baik’.

Aku mematikan pendingin ruangan. Sudah cukup dingin pikirku, dan mungkin bisa menghemat listrik, dan mengurangi jejak karbonku. Apalagi, udara di luar tentunya sejuk dan tidak perlu lagi pendingin ruangan, yang sudah kuhidupkan sejak hari masih terang benderang dan panas seperti tadi siang.

Benar, udara sejuk berhembus masuk ke kamar saat aku membuka jendela, perlahan, aku hanya mendorong bingkai kaca jendela beberapa sentimeter dari kusen. Wuuussss….angin sejuk menghembus ke leherku.

Aku akhirnya membuka jendela lebar-lebar, dan menambatkan kedua kaitan jendela. Aliran air hujan dari kanopi hijau ala kafe-kafe Eropa, dan hempasan hujan dari atap beton kamar, terciprat ke wajahku.

Ingin kutarik napas dalam-dalam dan menikmati udara langka ini. Bau asap kendaraan sehari-harian, luruh bersama air hujan. Kuhirup udara segar dalam hujan ini.

Indah, sarat emosi dan memori, tiap kali hujan. Dalam gemerisik derai hujan. Dalam hentakan butiran air. Dalam harum tanah terhunjam dentang tetes air hujan.

Hujan badai masih menderu di luar sana. Aku melangkah malas untuk membuat segelas teh hangat. Kumemarkan sebatang sereh, kuiris serimpang jahe dan kumasukkan ke dalam gelas tehku yang masih mengepul dan menyemburkan harum teh melati. Setelah mengendap beberapa lama, kusesap perlahan. Citarasa citrus dari kedua herbal ini menghibur indera penciumanku, dan menghangatkan aliran darah.

Di luar masih hujan deras. Namun tubuhku terasa hangat.

Waktu yang sempurna untuk tidur. Aku mencoba, tapi tidak dapat benar-benar memejamkan mata. Perasaan takut kehilangan semua keindahan ini, dalam rinai hujan ini. Mengapa hujan selalu begini?

Sudah puluhan kamar, puluhan kota, belasan negara, dimana aku merasa hujan adalah berkat, atau kutuk. Menjadi dekorasi romansa, atau penghalang pergerakan. Memaksa manusia menunggu dan berpikir (saat hujan terlalu deras dan menunggu taksi atau angkutan umum). Dan mungkin marah (saat pulang dan mendapati bahwa rumah atau kamar kost kebanjiran).

Dan dalam hujan, memori tetap terangkai, jalin menjalin menjadi cerita. Indah atau pahit. Manis, atau buruk. Bahagia atau derita. Kilasan demi kilasan. Rangkaian demi rangkaian.

Sunday, August 7, 2016

The most ancient writing I have ever seen - the amazing Asia Minor literacy history

Tablet from 2000-4000 BC
I went to Turkey in 2015. It was kind of dream came true for me. I had one old book about how to travel to Turkey with tight budget, which I bought maybe nine or ten years ago. It was amazing how G*d made it happen in 2015. 

I flew with Turkish Airlines to Istanbul first, as I had requested the organizer to let me travel to Istanbul first, because the conference was in Ankara. I should have gone with R, my friend, but she cancelled last minutes because she was too tired with her office schedule. So there I was, ready to do my solo travel once more.

I book a one day walking tour in Istanbul - but I'll tell it later in other story.

I went to Ankara with a colleague of mine and it was a very good day there.- Museum of Anatolian Civilization. I had never stop wow and waw all the time I was there at the museum. No wonder it is one of the best museum in Europe in year 2014 if I recall correctly. My mind was blown, I could not barely have enough brain cells to process these aretfacts, back from the Ur, Hitite and other really ancient societies I only dared to read in the Bible. They are so well -preserved. I guess it is the dry climate that helped to preserve the artefacts.

The tablets are all sort of documents that we, the modern people have. Trade contract, business contract, receipt, letters to lovers, family, parents, marriage certificate, divorce certificate, king's speeches, and so on. It's crazy. These people were crazily advanced.
  

The most ancient writing I have ever seen - the amazing Asia Minor literacy history

Tablet from 2000-4000 BC
I went to Turkey in 2015. It was kind of dream came true for me. I had one old book about how to travel to Turkey with tight budget, which I bought maybe nine or ten years ago. It was amazing how G*d made it happen in 2015. 

I flew with Turkish Airlines to Istanbul first, as I had requested the organizer to let me travel to Istanbul first, because the conference was in Ankara. I should have gone with R, my friend, but she cancelled last minutes because she was too tired with her office schedule. So there I was, ready to do my solo travel once more.

I book a one day walking tour in Istanbul - but I'll tell it later in other story.

I went to Ankara with a colleague of mine and it was a very good day there.- Museum of Anatolian Civilization. I had never stop wow and waw all the time I was there at the museum. No wonder it is one of the best museum in Europe in year 2014 if I recall correctly. My mind was blown, I could not barely have enough brain cells to process these aretfacts, back from the Ur, Hitite and other really ancient societies I only dared to read in the Bible. They are so well -preserved. I guess it is the dry climate that helped to preserve the artefacts.

The tablets are all sort of documents that we, the modern people have. Trade contract, business contract, receipt, letters to lovers, family, parents, marriage certificate, divorce certificate, king's speeches, and so on. It's crazy. These people were crazily advanced.
  

The day I saw a school of dolphins

It was one of the days when I joined the 4D-3N tour group to Seram and Ambon, May 2016. It was an amazing experience. One fine morning, we took a boat to our snorkeling spot in Pulau Tujuh or Seven Island. The tour guide said we needed to embark early in the morning, while the wave was still and the wind was checked. It took about 45 minutes if I am not mistaken, to arrive at the crystal clear and turquoise beach. but on our way there, while we started to bore on the boat, suddenly the boatmen turned around the boat and turned to the left hand side of the island - it was supposed to be the right hand side. apparently he was following a school of dolphins! It was so breathtaking! Every one of us in the group almost lose our mind. We took pictures like crazy. Cameras shutters sound and clicks were heard all around. All in all, it was a very nice morning..