Sunday, February 19, 2012

The absurdity of a conversation

Ini adalah contoh sebuah percakapan dimana:

1. Penanya merasa telah menanyakan pertanyaan yang benar.
2. Penjawab merasa telah menjawab pertanyaan itu dengan benar.
3. Penanya merasa penjawab telah menerima jawaban yang benar
4. Penjawab merasa kedua belah pihak telah saling mengerti

Kenyataan:
1. Penanya menanyakan dengan asumsi A
2. Penjawab menjawab dengan asumsi B.
3. Baik penanya maupun penjawab puas dengan pertanyaan dan jawaban masing-masing
4. Kedua belah pihak tidak sadar bahwa yang ditanyakan dan yang dijawab , they did not mean what their answers were.

Ini dia pecakapan itu. Setting: bea cukai Bandara Ngurah Rai Bali, setelah paspor dicap dan penumpang akan keluar ke terminal kedatangan internasional.

Saya baru pulang dari Dili, Timor Leste. Saya memakai tas tenunan ikat Rote (mirip dengan Timor). Wajah saya tentunya wajah Indonesia Timur. Setelah menyerahkan receipt 'Not to declare', saya melewati seorang petugas perempuan di meja terakhir sebelum menuju lorong keluar.
Petugas itu dengan ramah bertanya, "Dari Timor Leste ya?".
Saya menjawab "Iya".
Tanyanya lagi , "Mau ke mana?"
Jawab saya "Ke Jakarta".
"Tugas di Jakarta?"
"Iya", kata saya.
"Ok, silahkan", katanya dengan ramah.
"Makasih", sambil saya tersenyum dan menuju pintu keluar.

Selama dalam perjalanan keluar itu barulah saya berpikir, sepertinya ada sesuatu yang kurang 'klik' dari percakapan itu. Barulah beberapa setelah itu saya hampir tertawa sendiri. Rupanya petugas itu mengira jawaban saya sudah sesuai dengan yang ia asumsikan, dan saya mengira dia akan menerima jawaban saya seperti yang saya pikirkan. Padahal jika saya coba me-rekonstruksikan percakapan itu, beginilah kira-kira yang sebenarnya terjadi.


A: "Dari Timor Leste ya?" (maksudnya: apakah anda berasal dari Timor Leste?)
B:  "Iya" (maksudnya: iya, saya baru tiba dari Timor Leste)
A: "Mau ke mana?" (maksudnya: di Indonesia mau ke mana tujuannya?)
B: "Ke Jakarta" (maksudnya: dari Timor Leste mau pulang ke Jakarta)
A: "Tugas di Jakarta?" (maksudnya: dikirim kantor untuk bertugas di Jakarta?)
B: "Iya" (maksudnya: iya, kantor saya memang di Jakarta sehingga tugas saya sehari-hari memang di Jakarta).
A: "Ok, silahkan"
B: "Makasih"
Percakapan ditutup dan kedua belah pihak merasa telah melakukan tugasnya (bertanya dan menjawab) dengan baik. Tidak ada, paling tidak sampai saya menyadarinya beberapa waktu kemudian, yang menduga bahwa semuanya telah salah interpretasi baik dalam bertanya maupun menjawab...








No comments: